Topiksumut.id, LANGKAT – Eks atau mantan Pj Bupati Langkat, Faisal Hasrimy kabur saat ditanyai wartawan soal dugaan korupsi pengadaan semartboard pada Dinas Pendidikan Langkat sebesar Rp 50 miliar.
Kaburnya Faisal berujung dugaan korupsi, menguatkan keterlibatannya.
@topik_sumut Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Sumut, Faisal Hasrimy, kocar kacir menghindar dari wartawan yang akan mewawancarainya, di Kantor Gubsu, Rabu (17/9/2025). Mantan Penjabat (Pj) Bupati Langkat ini, lari menghindari wartawan, yang akan bertanya tentang dugaan korupsi pengadaan smart board Rp 50 miliar di Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat. Sejumlah wartawan, menunggu Faisal Hasrymi, di luar Aula Dekranasda, Kantor Gubsu. Hari itu, di aula tersebut digelar acara temu pers menyangkut program Jaminan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage/UHC). Faisal, merupakan salah satu narasumber dalam kegiatan itu. #topiksumut #viral #kesehatan #dinkes #dinaskesehatan
Hal ini disampaikan Pengamat Sosial dari Lingkar Wajah Kemanusiaan (LAWAN) Institute, Abdul Rahim saat diminta tanggapannya, Kamis (18/9/2025).
Bahkan, Rahim menilai, sikap lari Faisal Hasrimy menimbulkan kecurigaan yang mendapat sorotan tajam publik.
“Kelakuannya menimbulkan kecurigaan dan sorotan publik. Ia (Faisal Hasrimy) memiliki sesuatu untuk disembunyikan dan rasa bersalah sehingga takut, terutama jika terkait dengan kasus korupsi tersebut,” ucap Rahim.
“Kalau Pak Faisal tak bermasalah dan tak terlibat, tak perlu lari. Kalau lari, berarti menghindari masalah, pasti publik menduga semakin kuat keterlibatannya,” sambungnya.
Jika memang tak terlibat, Rahim berpandangan, Faisal Hasrimy tak perlu kabur. Sikap itu, ujar Rahim, menunjukkan rasa takut.
“Seharusnya tak perlu lari atau takut apabila memang tidak bersalah. Publik saat ini sedang menanti-nanti tanggapan Faisal melalui wartawan sebagai penyambung lidah masyarakat,” ujar Rahim.
“Larinya Faisal menimbulkan penilaian negatif, sikap pejabat yang lari dari wartawan dapat dinilai sebagai tidak transparan dan tidak kooperatif, sehingga merusak citra institusi dan pemerintah di bawah kepemimpinan Gubernur Sumut Bobby Nasution. Bikin malu Pak Gubernur Sumut saja, Pak Bobby saja tak pernah lari dan apalagi menghindari pertanyaan wartawan, malah senang diwawancara wartawan,” tambahnya.
Karenanya, Rahim mendesak Gubsu Bobby Nasution untuk mencopot Faisal Hasrimy dari jabatannya sebagai Kadis Kesehatan Sumut.
“Dengan sikap Faisal (lari), Lawan Institute mendesak Kejari Langkat memanggilnya untuk dimintai keterangan dalam perkara dugaan korupsi smartboard. Orang yang berlari pasti bersalah dan takut,” ucap Rahim.
Faisal Hasrimy menjadi sorotan media karena menghindar ketika diwawancarai soal dugaan korupsi smartboard tahun anggaran 2024 senilai Rp50 miliar yang kini sudah tahap penyidikan Kejari Langkat.
Kaburnya Faisal mengindikasikan dugaan keterlibatannya dalam proyek pengadaan smartboard yang secepat kilat tersebut.
Terlebih, Faisal Hasrimy saat itu sebagai Pj Bupati Langkat yang menganggarkan, merencanakan dan merealisasikan proyek smartboard di tengah kondisi sekolah banyak ditemukan tidak layak.
Sayangnya, Kejari Langkat tidak pernah periksa Faisal Hasrimy saat dalam proses penyelidikan hingga penyidikan.
“Apabila terlibat, segera tetapkan (Faisal) tersangka. Masyarakat pun sedang menanti kasus besar yang ditangani Kejari Langkat ini,” ucap Rahim.
Proyek smartboard untuk SMP menguras anggaran Rp 17,9 miliar dan SD sebesar Rp32 miliar, yang diduga tidak hanya bermasalah secara administratif, tetapi juga mengandung indikasi pengkondisian sejak awal. Berikut kronologi mencurigakan:
– P-APBD disahkan: 5 September 2024
– RUP ditayangkan: 10 September 2024
– Pembuatan kontrak dan serah terima: 11–23 September 2024
– Pembayaran 100 persen: Per 23 September 2024
Jumlah total unit: 312 unit (200 SD, 112 SMP)
Hal ini mengindikasikan proyek sudah disiapkan sebelum pengesahan anggaran dan memperkuat dugaan adanya rekayasa dalam proses pengadaan.
Produk yang digunakan dalam proyek ini adalah ViewSonic/Viewboard VS18472 75 inch, dengan harga satuan mencapai Rp158 juta dan biaya pengiriman tambahan sebesar Rp620 juta.
Pengadaan dilakukan melalui dua perusahaan penyedia, yaitu: PT Gunung Emas Ekaputra dan PT Global Harapan Nawasena.
Kedua perusahaan diduga hanya sebagai agen/reseller dari produk yang berada di bawah lisensi PT Galva Technologies. (Red)