Topiksumut.id, BINJAI – Utang Pemerintah Kota (Pemko) Binjai menyentuh angka Rp 50 miliar lebih. Hal ini tertuang di dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2024.
Hal itu terjadi karena perencanaan dan penganggaran pendapatan asli daerah (PAD) yang ditetapkan Pemko Binjai tidak rasional, tanpa memperhatikan potensi pendapatan.
Utang Pemko Binjai itu tercatat kepada rekanan terdiri atas belanja modal (fisik) hingga belanja barang dan jasa.
Karena itu, BPK Perwakilan Sumatera Utara meminta Pemko Binjai menyusun hingga merencanakan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) Tahun Anggaran 2025 lebih rasional dengan memperhatikan potensi pendapatan asli daerah.
Catatan BPK RI Perwakilan Sumut, total utang proyek fisik Pemko Binjai senilai Rp 35 miliar lebih.
Sedangkan dalam pengadaan barang dan jasa uraiannya: rekanan (Rp15,3 miliar), listrik (Rp56 juta), air/PDAM (Rp12 juta), internet (Rp51 juta) hingga jaminan kesehatan masyarakat dan honor (Rp3,5 miliar).
“Sangat disayangkan Pemko Binjai tidak menerapkan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, di mana dalam menentukan target pendapatan daerah harus terukur, rasional dan dapat dicapai nantinya,” ujar Pengamat Anggaran, Elfenda Ananda, Selasa (22/7/2025).
Elfenda juga menjelaskan, target pendapatan yang direncanakan dan dianggarkan itu wajib rasional, tujuannya karena berhubungan dengan belanja daerah.
“Di mana berdasarkan estimasi pendapatan yang ditargetkan, maka disusunlah besaran belanja daerah. Berbagai program dan kegiatan disusun selama satu tahun, selama satu tahun program dan kegiatan disusun, tentunya masyarakat berharap berdasarkan apa yang tertuang dalam APBD,” ucap Elfenda.
“Rakyat akan berharap pada tahun berjalan, sesuai tertulis dalam APBD akan ada pembangunan. Namun, karena proyeksi pendapatan tidak terukur atau melebihi kemampuan memperolehnya, maka akan ada pekerjaan yang tidak bisa dibayar atau berbagai kegiatan tidak akan dibayar. Ini terbukti dengan banyak pekerjaan dari kontraktor atau rekanan yang tidak dibayar,” sambungnya.
Pada P-APBD 2024, Pemko Binjai menganggarkan pendapatan sebesar Rp 105 miliar. Dalam perjalanannya selama 2024, realisasi yang mampu dicapai Pemko Binjai sebesar Rp 72,6 miliar.
Jumlah itu disebut naik jika dibanding realisasi 2023 sebesar Rp 72,5 miliar. Namun dalam proses perencanaan dan penganggarannya, Pemko Binjai disebut menetapkan target yang tidak rasional.
Contohnya pada sektor pajak hotel yang ditargetkan Rp 1 miliar. Namun hanya terealisasi Rp 158 juta lebih saja atau 15,88 persen.
Selain itu pada sektor pajak parkir, Pemko Binjai menargetkan Rp 3 miliar, dengan realisasi Rp 642 juta atau 21,40 persen.
Apabila dibandingkan tahun 2023, realisasi tahun anggaran 2024 pada dua sektor pajak itu anjlok. Pada tahun 2023 dari sektor pajak hotel, Pemko Binjai mengumpulkan pendapatan Rp 193 juta dan pajak parkir Rp 1,3 miliar.
Parahnya lagi, target pajak hotel Rp 1 miliar itu naik dari Rp 276 juta lebih. Artinya, Pemko Binjai menargetkan pendapatan pajak hotel pada 2 tahun belakangan (2022-2023) sebesar Rp 276 juta dan di tahun 2025 naik menjadi Rp 1 miliar.
Kenaikan yang fantastis itu seharusnya membuat Pemko Binjai harus lebih menggenjot lagi. Namun faktanya, hasil yang diperoleh Pemko Binjai malah berbanding terbalik.
Hal serupa juga terjadi pada sektor pajak parkir, di mana Pemko Binjai menargetkan Rp 1,45 miliar tahun anggaran 2022 dan Rp 2,5 miliar pada 2023.
Kemudian dinaikkan targetnya menjadi Rp 3 miliar tahun 2024.
Sayangnya, target yang tertulis di atas kertas itu hanya sebatas tulisan saja tanpa realisasi nyata.
“Temuan LHP BPK sudah menemukan adanya target yang tidak tercapai. Terlihat pemko tidak mampu menggenjot PAD yang lebih baik. PAD tidak tumbuh secara baik, bisa disebabkan perekonomian tidak bergerak dan pemko gagal akhirnya mendapat PAD,” kata Elfenda.
Namun demikian, realisasi PAD Pemko Binjai TA 2024 tetap dinyatakan naik Rp 100 juta lebih dibanding tahun 2023.
Begitupun, Elfenda menilai, Pemko Binjai belum mampu memberikan stimulus dalam menggerakkan roda ekonomi daerah.
Bahkan, dia juga menyarankan kepada Pemko Binjai untuk melakukan kajian secara komprehensif.
“Harus ada kajian secara komprehensif terkait PAD, agar dapat memastikan tidak ada kebocoran dalam mengumpulkan PAD. Selain itu, harus ada sistem yang dibangun, agar pendapatan daerah tidak mengandalkan tenaga manusia yang cenderung tergoda saat mendapatkan tugas mengumpulkan pendapatan,” ujar Elfenda.
Terpisah, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah Kota Binjai, Erwin Toga Purba saat dikonfirmasi tak merespon wartawan.
Erwin sulit dikonfirmasi bahkan ditemui, saat Kejaksaan Negeri Binjai tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi Dana Isentif Fiskal (DIF) yang diperoleh Pemko Binjai pada tahun 2024. (Red)