Topiksumut.id, BINJAI – Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara (Sumut) telah melakukan pendalaman usai menerima laporan masyarakat terkait tewasnya pasien atasnama R Br Ketaren saat mencuci darah di RSUD Djoelham Binjai.
Hasilnya Ombudsman RI Perwakilan Sumut menemukan maladministrasi berupa lalai dan abai yang dilakukan perangkat di RSUD.
Atas hal tersebut, manajemen RSUD Djoelham Binjai harus diganti secara menyeluruh. Hal ini disampaikan oleh anggota DPRD Binjai dari Fraksi Gerindra, Ronggur Simorangkir.
“Agar kualitas pelayanannya bisa lebih ditingkatkan. Cuci gudang saja, rekrut nakes-nakes dari puskesmas pindah ke RSUD. Nakes-nakes yang dari RSUD pindahkan ke puskesmas-puskesman biar mereka belajar dan punya sensitifitas melayani,” ujar Ronggur, Senin (7/7/2025).
Lanjut Ronggur, ia meminta kepada Pemerintah Kota Binjai, agar tidak meletakkan “orang titipan” di tubuh manajemen, agar pelayanan di RSUD Djoelham Binjai berjalan maksimal.
“Lalu kepala daerah jangan jadikan RSUD ini jadi bancakan agar pelayanannya maksimal. Jangan ada yang main-main proyek, jangan ada yang titip-titip di RSUD agar manajemennya juga jadi punya tanggungjawab,” kata Ronggur.
“Berkali-kali Pak Amir-Jiji datang ke situ, sidak, tapi hasil nya nihil kan. Tanya puskemas-puskesmas kita, seberapa banyak pasien yang mereka tangani dirujuk ke RSUD?,” sambungnya.
Menurut Ronggur, pada saat ini banyak masyarakat yang takut berobat ke RSUD Djoelham Binjai, karena pelayanan yang tidak maksimal.
“Jujur lah kita, masyarakat hari ini takut berobat ke RSUD karena banyak yang kecewa pelayanannya tak maksimal. Kan sedih kita, yang harusnya jadi contoh malah kehilangan trust di masyarakat,” kata Ronggur.
Sementara itu, Pemerintah Kota Binjai melalui Kepala Inspektorat, Eka Edi Saputra mengatakan, Wali Kota Binjai, Amir Hamzah akan melaksanakan pembinaan atas hasil temuan Ombudsman.
“Wali Kota akan melaksanakan pembinaan terhadap Dirut RSUD dan unit Hemodialisis terkait rekomendasi tindakan korektif yang diberikan oleh Ombudsman,” ujar Eka.
Disinggung soal apakah akan ada yang diberi sanksi, Kepala Inspektorat Binjai ini tak menjawabnya.
Sedangkan Plt Dirut RSUD Djoelham Binjai, dr Romy, hingga sampai berita ini diterbitkan, ia tak memberikan jawaban atas konfirmasi jurnalis terhadap temuan Ombudsman RI Perwakilan Sumut.
Dikabarkan sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia (RI) Perwakilan Sumatera Utara, melakukan pendalaman usai menerima laporan dari masyarakat terkait tewasnya R br Ketaren akibat adanya dugaan malapraktik di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Djoelham Binjai.
Hasilnya Ombudsman RI Perwakilan Sumut hanya menemukan maladministrasi berupa lalai dan abai yang dilakukan perangkat RSUD Djoelham.
“Terkait laporan masyarakat di RSUD Djoelham dengan matinya mesin cuci darah serta terkait pelayanan, kami setelah melakukan pemeriksaan memang terbukti ada maladministrasi,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Herdensi, Kamis (3/7/2025).
“Hasil pemeriksaan, abai (menejemen RSUD Djoelham) menjalankan kewajiban untuk memeriksa dan memastikan bahwa suplai air ke dalam mesin cuci darah itu tidak terhambat, itu abai,” sambungnya.
Selain mendalami adanya maladministrasi yang mengabaikan perangkat atau alat cuci darah hingga kehabisan air dan mengakibatkan nyawa melayang, Herdensi menyebut, pihaknya juga melihat fasilitas kesehatan di RSUD Djoelham.
“Demikian juga terkait dengan fasilitas lain, soal tanggungjawab dokter dengan pelayanan pasien, kemudian fasilitas lainnya rumah sakit seperti AC, wastafel atau tempat cuci tangan yang tidak tersedia sabun dan lain-lain, itu sebenarnya standar yang harus dipenuhi oleh rumah sakit,” kata Herdensi.
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Herdensi menambahkan, menejemen RSUD Djoelham disebut abai untuk memastikan ketersediaan air pada mesin cuci darah tersebut.
“Dari pemeriksaan yang kami lakukan terkait dengan ketersedian suplai air, pihak rumah sakit abai untuk memastikan atau paling tidak menempatkan semacam petugas setiap hari atau menyediakan semacam alat kontrol. Alat itu bisa bunyi untuk memberi pesan kepada penanggung jawab bahwa air mati atau air tidak tersedia, sehingga bisa dilakukan mitigasi lebih dini,” kata Herdensi.
Herdensi menambahkan, Ombudsman RI Perwakilan Sumut sudah menyampaikan laporan hasil pemeriksaan terhadap RSUD Djoelham Binjai kepada wali kota.
“Yang pada intinya kami menyampaikan bahwa selain menemukan ada maladministrasi, kami juga memberikan saran korektif, masukan-masukan korektif terkait dengan rumah sakit, terkait dengan fasilitas kesehatan. Disediakan tim untuk memantau, monitoring, mengevaluasi terkait dengan fasilitas kesehatan, kalau gak bisa menyediakan orang, minimal menyediakan perangkatnya dulu,” ucapnya.
“Kami menemukan adanya maladministrasi, penyalahgunaan wewenang yang tidak sesuai dengan tugas fungsi. Yang kita temukan ini abai, mesin cuci darahnya bagus, peralatan penyulingannya bagus tapi suplai airnya yang tidak dapat dipastikan dengan baik, itukan abai mereka,” tambahnya.
Selain pasien cuci darah yang tewas, pelayanan RSUD Djoelham juga disoroti keluarga Agung Pramana.
Anak Agung yang belum genap 1 tahun berinsial MAP harus meninggal dunia karena kelamaan menunggu dokter spesialis anak dan bahkan hingga bermalam.
Alhasil, bayi 11 bulan itu meninggal dunia di RSUD Djoelham pada siang harinya. (Red)