Topiksumut.id, BINJAI – Kejaksaan Negeri (Kejari) Binjai, Sumatera Utara, membeberkan alasan mengapa penetapan tersangka pada dugaan korupsi Dana Bagi Hasil (DBH) sawit lebih cepat dibandingkan penyidikan pada dugaan korupsi Dana Insentif Fiskal (DIF).
@topik_sumut Sejumlah kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kota Binjai, Sumatera Utara, diperiksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Binjai, Sumatera Utara, Senin (25/8/2025). Amatan wartawan, Kepala BPKPAD, Erwin Toga, Kepala Inspektorat, Eka Saputra, Plt Kadis PUPR, Ridho Indah Purnama, dan Plt Kadis Pertanian, Sofyan hadir di Kejari Binjai sekitar pukul 11.00 WIB. Kasi Intel Kejari Binjai, Noprianto Sihombing, membenarkan kedatangan para OPD. “Ya benar, beberapa OPD diperiksa hari ini,” ujar Noprianto kepada sejumlah awak media. Noprianto menjelaskan, kedatangan para OPD berkaitan dengan pemeriksaan dugaan korupsi dana isentif fiskal yang diperoleh Pemko Binjai sebesar Rp 20,8 miliar tahun anggaran 2024. Bahkan menurut Noprianto, proses penyelidikan dugaan korupsi dana isentif fiksal sudah naik ke tahap penyidikan. “Dugaan korupsi dana isentif fiskal sudah naik dari proses penyelidikan ke penyidikan. Dan dalam waktu dekat akan kita expose,” kata Noprianto. Tak hanya itu, dugaan korupsi Dana Bagi Hasil (DBH) sawit yang juga sedang ditangani Kejari Binjai, sudah dalam proses penyelidikan. (*) #topiksumut #viral #korupsi #danafiskal #kejaribinjai
Perlu diketahui, penyidikan dugaan korupsi Dana Insentif Fiskal (DIF) berjumlah Rp 20,8 miliar yang diperoleh Pemerintah Kota (Pemko) Binjai tahun 2024, hingga sampai saat ini belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.
Berbanding terbalik dengan dugaan korupsi DBH sawit berjumlah Rp 14,9 miliar, yang saat ini sudah ada 3 orang tersangka yang ditahan oleh Kejari Binjai.
Mulanya dugaan korupsi dana insentif fiskal terlebih dahulu bergeming di Kota Binjai dibadingkan dugaan korupsi DBH sawit.
Bahkan kenaikan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan, terlebih dahulu dilakukan penyidik Kejari Binjai pada dugaan korupsi dana insentif fiskal.
Namun pada kenyataannnya Kejari Binjai belum juga menetapkan tersangka pada dugaan korupsi dana insentif fiskal hingga saat ini.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Binjai, Iwan Setiawan belum lama ini menjelaskan perbedaan penanganan kedua kasus itu.
“Pelaksanaan penyidikan DBH terus terang ini merupakan kejahatan konvensional. Pengadaan barang dan jasa, dan sudah biasa kami laksanakan,” ujar Iwan.
“Kita sudah tau clue-cluenya atau petunjuk-petunjuknya begitu. Sehingga ini buat kami bisa memahami dibandingkan kasus Dana Insentif Fiskal (DIF), yang lebih luas dan lebih besar juga, serta lebih complicated (sulit),” sambungnya.
Hal tersebut menimbulkan pertanyaan di publik, mengapa persoalan kasus DBH sawit bisa begitu cepat, sementara kasus Dana Insentif Fiskal (DIF) justru seperti jalan di tempat.
Menurut Pengamat Sosial dari Lingkar Wajah Kemanusiaan (Lawan) Institute Sumut, Abdul Rahim Daulay, apakah karena ada perbedaan dalam kekuatan ‘beking’ atau ada faktor lain yang membuat penanganan Dana Insentif Fiskal sehingga lambat?
“Permasalah tersebut penting untuk ditindaklanjuti supaya tidak kecurigaan liar di tengah masyarakat. Lawan Institute menilai dugaan ketakseimbangan dalam penanganan kasus korupsi di daerah, khususnya di Kota Binjai. Kita melihat Kasus Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit begitu cepat diproses hingga menetapkan tersangka,” ucap Rahim.
“KIta berharap Jaksa Agung menurunkan tim ke Kota Binjai dalam menyelesaikan kasus ini. Jika penyidik tidak paham atau sulit dengan penyidikan DIF maka dapat dipanggil ahli atau minta aja bantuan ke Kejati Sumut dan Kejagung,” tambahnya.
Lanjut Rahim, sampai saat ini publik masih menanti kasus DIF yang ditangani Kejari Binjai.
Jika ada tersangkanya, Rahim menjelaskan, maka publik pasti mendukung Kejari Binjai dalam mengungkap kasus dana insentif fiskal.
“Intinya jangan pernah takut dalam menindak korupsi walaupun di belakang terduga pelaku ada ‘beking’,” kata Rahim.
Kemudian Rahim mengatakan, masyarakat juga mempertanyakan penegakan hukum dan komitmen pemberantasan korupsi. Jangan sampai muncul pandangan publik bahwa ada dugaan ‘tebang’ pilih dalam proses penyidikan.
“Sudah seharusnya APH termasuk Kejaksaan menunjukkan keseriusan dan keberanian yang sama dalam mengungkap semua kasus, tanpa pandang bulu atau takut dengan ‘beking’,” ujar Rahim.
Lawan Institute mendesak Kejari Binjai untuk bertindak transparan, akuntabel dan profesional.
Pria yang berprofesi sebagai dosen ini juga menegaskan, jika ada indikasi kuat dugaan korupsi dalam pengelolaan dana insentif fiskal di Binjai, maka proses hukum harus berjalan sebagaimana mestinya.
“Kita harus mendukung terhadap pemerintahan Presiden Prabowo melalui kerja nyata dalam menuntaskan kasus-kasus korupsi yang menyangkut hajat hidup rakyat. Keadilan sosial harus ditegakan, keberpihakan harus menjadi roh dalam setiap tindakan hukum,” ujar Rahim. (Red)