Topiksumut.id, LANGKAT – Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, terus kooperatif membantu proses penyidikan jaksa yang tengah mendalami dugaan korupsi pengadaan 312 unit smartboard tahun anggaran 2024 senilai Rp 50 miliar.
Bahkan Plt Kepala Dinas Pendidikan Langkat, Gembira sudah memberi penekanan kepada bawahannya ketika jaksa membutuhkan dokumen yang dicari.
@topik_sumut Kejaksaan Negeri (Kejari) Langkat, Sumatera Utara, melakukan penggeledahan di Dinas Pendidikan (Disdik) Langkat pada, Kamis (11/9/2025) pagi. Penggeledahan ini merupakan serangkaian penyidikan Kejari Langkat pada dugaan korupsi smartboard senilai Rp50 miliar tahun anggaran 2024. #topiksumut #viral #korupsi #kejaksaan #kejarilangkat
Bahkan, Gembira ketika dikonfirmasi wartawan juga menunjukkan dokumen lengkap dalam pengadaan smartboard.
“Ini berkas pencairan sudah lengkap, silahkan cek itu,” ujar Gembira, Rabu (24/9/2025).
“Dan semua berkas yang berkaitan dengan pengadaan smartboard, (dari) bulan 8 (Agustus) 2025 sudah diserahkan ke kejaksaan. Gak ada yang tertinggal dan tidak ada yang ditutupi,” sambungnya.
Gembira menambahkan, penyidik Kejaksaan Negeri Langkat tengah mencari dokumen yang berkaitan dengan harga perkiraan sendiri (HPS) dalam pengadaan smartboard tersebut.
Mendapat keterangan itu, Gembira langsung menggelar rapat dengan jajarannya untuk memenuhi dokumen yang dibutuhkan penyidik.
Artinya, hal tersebut menunjukkan sikap kooperatif Disdik Langkat terhadap penyidik.
“Yang dicari penyidik itu HPS, ketika saya konfirmasi ke Pak Saiful Abdi, tanya ke Pak Supriadi. Dan ketika ditanyakan kepada Pak Supriadi, jawabannya tidak ada yang membuat,” ujar Gembira.
Artinya, HPS tidak dibuat oleh panitia atau kelompok kerja (pokja) yang melakukan pengadaan smartboard.
“Dan setau saya, E-purchasing tidak perlu HPS, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 pada pasal 26 angka 7,” ucap Gembira.
Namun demikian, Disdik Langkat disebut tidak kooperatif dan bahkan dituding menghilangkan barang bukti ketika penyidik menggeledah kantornya pada pertengahan September 2025 kemarin.
Dengan serangkaian sikap kooperatif yang dilakukan Disdik Langkat, hal tersebut terbantahkan.
“Dan saya disebut mencoba menghilangkan barang bukti, itu kasar loh. Ini semua ada berkasnya. Dan yang membuat saya sedih, saya dituding mengamankan berkas berkardus-kardus dokumen kontrak smartboard. Padahal kalau mau dibeli 1 juta unit smartboard, berkasnya gak sampai berkardus-kardus,” kata Gembira.
Saat ini, dugaan korupsi pengadaan smartboard statusnya sudah penyidikan sesuai dengan surat perintah penyidikan nomor: PRINT-02/L.2.25.4/Fd.1/09/2025 pada 11 Agustus 2025.
Lebih dari 100 saksi sudah diperiksa penyidik dan penggeledahan Kantor Disdik Langkat juga sudah dilakukan.
Ratusan smartboard itu rinciannya diperuntukkan kepada SD 200 unit dan SMP 112 unit.
Proyek ini terkesan dipaksakan dan terealisasi secepat kilat hingga terendus adanya indikasi campur tangan penguasa dari sejak proses pengajuan anggaran hingga ke tahap pembelian barang.
Proses pembayaran sudah 100 persen pada 23 September 2024, sedangkan P-APBD ditetapkan 5 September 2024. Karena itu, proses tahapannya terkesan anomali.
Terlebih, rencana umum pengadaan (RUP) ditayangkan pada 10 September 2024. Kemudian PPK akses E-purchasing dan pembuatan paket pada 10 September 2024 dan dilanjutkan dengan pembuatan kontrak pada 11 September 2024 serta 12 September 2024.
Lalu terakhir dilanjutkan serah terima barang 23 September 2024. Serangkaian itu menguatkan adanya indikasi dalam proses pengadaan smartboard yang diduga sudah dirancang sebelum P-APBD 2024 disahkan.
Produk yang dipilih merek Viewsonic/Viewboard VS18472 75 inch yang dibanderol dengan harga satuan Rp 158 juta ditambah biaya pengiriman Rp 620 juta.
Adapun perusahaan penyedia barang yang ditunjuk adalah PT Gunung Emas Ekaputra dan PT Global Harapan Nawasena.
Kedua perusahaan ini hanya sebagai agen atau reseller yang menawarkan produk smartboard di bawah lisensi PT Galva Technologies. (Red)